Kemarau panjang melanda. Panen padi para petani pun gagal. Pohon-pohon tidak menghasilkan buah, sumber air juga mengering. Karena kondisi itu, masyarakat lebih banyak mengurung diri di rumah. Mereka hanya punya persediaan makanan seadanya. Melihat keadaan desa tersebut, sang Raja memberikan bantuan berupa air dan roti. Air dan roti itu dijatah sesuai jumlah anggota keluarga.
Suatu hari, seorang pengembara datang ke desa itu. Ia merasa kelaparan dan kehausan. Ia lalu mencari warung untuk membeli makanan dan air. Namun, di desa itu tidak ada satu pun warung buka. Karena sudah tidak bisa menahan lapar dan haus, ia mengetuk salah satu pintu rumah.
“Ada apa kau datang kemari, orang asing?” tanya pemilik rumah.
“Saya adalah pengembara. Saya ingin beristirahat untuk sekedar makan dan minum. Tapi, tampaknya tidak ada yang berjualan. Sudikah kiranya engkau membantu saya memberi sedikit makanan dan minuman,” mohon pengembara itu.
Pemilik rumah bimbang. Sebenarnya ia juga belum makan. Jika ia memberikan roti dan airnya kepada pemuda ini, ia tidak punya jatah makanan lagi. Namun, ia lebih kasihan kepada pengembara kelelahan tersebut. Segera ia berikan sepotong roti dan segelas air kepadanya.
“Makanlah. Hanya itu yang aku punya,” kata pemilik rumah itu.
“Terima kasih,” jawab pengembara tersebut, lalu makan dengan cepat. Setelah itu, pengembara tersebut pergi.
Beberapa hari kemudian, si pengembara datang lagi. Kali ini, ia datang sambil membawa banyak makanan dan minuman. Bawaan itu dinaikkan ke seekor unta. Ia kembali mengetuk pintu rumah yang dulu diketuknya.
“Saya kesini untuk memberikan semua persediaan makanan dan minuman ini. Saya mendapatkannya di kampung sebelah. Mohon terimalah,” kata si pengembara.
Pemilik rumah itu pun bersyukur dan berterima kasih kepada si pengembara. Sepotong roti yang diberinya telah menjelma menjadi setumpuk makanan dan minuman.
Nasihat :Alangkah indahnya jika kita bisa membantu orang lain yang berada dalam kesulitan.